FORKOMBI – Ada banyak agenda yang turut meramaikan peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) Tahun 2021 di Desa Brayo, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang pada Sabtu hingga Minggu (15-16/01/2022) kemarin.
Agenda itu, di antaranya, edukasi kedifabelan, live music dari teman-teman difabel, serta materi tentang penyakit tidak menular.
Di samping itu, ada pula stand-stand yang dapat dikunjungi para tamu undangan, seperti stand TalkBack, Catur, Pijat, dan Kerajinan dari Difabel, serta ada pula stand cek kesehatan.
Kegiatan yang mengusung tema “Pengelolaan Kesehatan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Inklusif” itu diselenggarakan oleh Gerakan Peduli Anak Difabel (GPAD) Pekalongan, bersama Aksi Solidaritas Remaja Kesehatan Astra (AORTA) Pekalongan dan Ikatan Mahasiswa Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (IMSAKA UMPP).
GPAD selaku penyelenggara turut mengundang beberapa komunitas dan organisasi setempat. Dalam kesempatan itu, Forum Komunikasi Mahasiswa Batang Indonesia (FORKOMBI) turut hadir mengikuti kegiatan tersebut.
Ketua GPAD Pekalongan Ikfi Hayati menjelaskan, kegiatan HDI merupakan kegiatan tahunan yang dilakukan GPAD. Selain HDI, kegiatan yang pernah dilakukan GPAD di antaranya Pelatihan Bahasa Isyarat dan Kelas Mengenal Difabel.
“Kegiatannya banyak, ada HDI yang dilakukan setiap tahun, ada kelas bahasa isyarat juga, ada pula kelas mengenal difabel,” ucap Ikfi kepada Jurnalistik FORKOMBI.
Sementara itu, Agus Prasetiyo atau yang kerap disapa Kak Pras sebagai Founder dari GPAD juga menyampaikan bahwa HDI merupakan bentuk nyata dari solidaritas kita sebagai masyarakat. Sehingga ke depan tidak ada sekat antara difabel dan non difabel dan kita semua memiliki hak yang sama dalam segala aspek kehidupan.
“Difabel bukan cuma dikasihani, kita perlu hadir di tengah mereka dengan aksi nyata. Dengan hadirnya kita di sini, kita sudah melakukan aksi nyata untuk peduli dengan difabel,” tegas Kak Pras saat menyampaikan sambutan di hadapan para tamu undangan.
Ia berharap melalui kegiatan itu masyarakat sekitar khususnya masyarakat Desa Brayo dapat lebih paham mengenai difabel.
“Paling tidak hasil dari kegiatan ini itu dapat membawa dampak banyak, terutama kepada masyarakat sekitar yang memang ikut serta dalam kegiatan ini. Supaya mereka paham dan ngerti minimal sedikit tentang apa itu difabel, bukan lagi mereka mengenalnya cacat, tapi (dengan istilah) difabel,” pungkas Kak Pras. (JurnalistikForkombi/Zhur/MFS)